Monday, July 7, 2014

Tarian Kehidupan

Sosoknya terpekur dalam kesendirian, tatapannya yang nanar menyapu daratan memilukan hati setiap insan yang melihatnya. Ia biarkan satu per satu bulir air mata jatuh membasahi pipinya tanpa ada perlawanan. Raganya sudah tak lagi sanggup menahan getar sakit di hati yang tak kunjung hilang. Luka lama yang bertahun-tahun terpendam terbuka lagi, menguak perih dalam memori kelam kala itu. Kala ia dihujani caci maki, kala kehidupan tak berpihak padanya. Bukan karena ia bodoh, bukan pula karena ia buruk rupa, ia hanyalah korban pandangan sepihak dari batasan-batasan keharusan yang dibuat oleh masyarakat.

Sempat ia terombang-ambing kehilangan arah dan pegangan. Tak tahu lagi apa yang harus dilakukan, sama seperti saat ini, sosoknya di masa lalu hanya bisa menangis, ia tak mampu melawan hujaman caci maki dari orang dewasa di sekitarnya. Sosok kecil itu tak mengerti apa kesalahan yang diperbuatnya. Ia tidak nakal, ia tidak memasang muka masam, ia hanyalah gadis biasa yang mencoba untuk menjadi anak yang baik.

Gadis kecil tersebut hanya bisa tersenyum, berusaha menyenangkan banyak orang dalam kepura-puraan. Ia tak lain hanyalah boneka yang dibuatnya sendiri. Tak ada yang tahu di balik senyumannya itu terdapat tangis kesedihan, terdapat luka yang dalam yang tak akan pernah hilang. Tak ada yang tahu dibalik keceriannya ia memendam luka yang sewaktu-waktu bisa kembali menganga.

Rasa sakit yang tertimbun membuat gadis kecil itu tumbuh menjadi sosok yang kuat sekaligus rapuh. Perlahan-lahan ia mulai belajar menari mengikuti alunan titik hujan, seirama dengan pepohonan yang diombang-ambing kerasnya angin. Namun hari ini, tarian itu hilang, gerakannya terhenti, tubuhnya kaku. Ia tersungkur dalam keheningan malam dan derasnya hujan. Tangisnya mulai menjadi, luka lama itu terbuka kembali. Meski ia tahu Tuhan telah menuliskan skenario terbaik untuknya, meski ia tahu semua ini ada artinya, namun ia tak bisa mengelak dari kenyataan bahwa ia masih membawa kesedihan bersama dengan setiap hembus nafasnya.

Cukup lama ia membiarkan dirinya tercabik-cabik memori yang menusuk hati dan mengaduk perasaan. Namun, perlahan gadis itu bangkit dan menghapus air matanya. Ia menengadahkan wajahnya ke langit, menikmati setiap titik hujan yang mengenai tubuhnya. Pelan-pelan seulas senyum tersungging di wajahnya, senyum yang merangkum kesedihan dan kebahagiaan. Senyum yang memperlihatkan kekuatan yang berdiri gagah melindungi rapuhnya hati. Senyum itu, senyum itu yang selalu menguatkannya untuk terus bangkit meneruskan tarian yang sempat terhenti. Karena dunia hanyalah panggung kehidupan yang memiliki alurnya sendiri, sebuah alur yang takkan pernah diketahui kelanjutannya, menuntut pemerannya untuk memberikan tarian terbaik. Tarian kehidupan.


No comments:

Post a Comment